Kamis, 07 Juli 2011

Sperma Uzur Dan Cacat Lahir Janin

Di sebagian masyarakat masih ada mitos yang mengatakan bahwa anak yang lahir dari
pasangan suami istri yang suaminya sangat tua akan cerdas. "Bibitnya matang sih!?
Begitu kata mitos di masyarakat. Menurut dr H Pribakti B SpOG (K), spesialis kebidanan dan kandungan di RSUD Ulin Banjarmasin, hal itu tak sepenuhnya benar. Mitos lain yang masih berkembang di masyarakat awam bahwa ketika bayi lahir menyandang cacat atau belakangan diketahui mengidap penyakit bawaan atau turunan tertentu tuduhan biasanya dialamatkan kepada sang ibu. Apalagi jika ia sudah tua. 
Sebaliknya si bapak yang biasanya lebih tua praktis terbebas dari gunjingan Malahan
si bapak cenderung selalu dianggap tokcer, mampu menjadi bapak anak-anak sehat di
usia yang sudah tua, bahkan sampai jauh memasuki usia senja," kata pria kelahiran
Balikpapan ini. 
Namun belakangan, ujar Pribakti, bukti-bukti makin bertumpuk bahwa justru pada
lelakilah --bukannya wanita-- yang kemungkinan menjadi sumber sebagian besar mutasi
genetik baru yang mengakibatkan cacat lahir janin. Karena itu boleh jadi lelakilah yang
bertanggung jawab atas mayoritas penyakit-penyakit bawaan ,yang sepintas tak jelas asal
usulnya. Pasalnya , kian "uzur" pihak lelaki kian tinggi peluang spermanya mengalami
mutasi genetik. Pandangan baru ini sebagian besar bertumpu pada kajian-kajian mutahir
atas sel individual. 
"Memang belum final. Masih banyak yang perlu dipelajari tentang mutasi genetik pada
sperma, demikian digarisbawahi sementara ilmuwan. Begitu pula, masih belum jelas
benar seberapa besar variasi kecil dalam "cetak biru" genetik yang ada pada manusia
nantinya akan diterterjemahkan menjadi suatu cacat lahir, tambah dokter yang punya hobi
menulis ini. 
Namun yang pasti sebagian peneliti mengakui bahwa sekaranglah saatnya untuk lebih
mengamati kemungkinan ada "kekeliruan" bawaan sel sperma, walau ini merupakan
subyek yang selama ini tak begitu mendapat perhatian. Sebagai contoh kasus Hemofili
(dimana darah tidak bisa membeku) yang baru muncul ditengah keluarga, yang
sebelumnya tak mencatat sejarah penyakit demikian agaknya merupakan hasil"plesetan"
genetik yang bersumber dari sperma lelaki, bukan sel telur wanita. 
Para ilmuwan menyadari sepenuhnya bahwa kendati sel telur wanita telah terbentuk
penuh selama pengembangan janin dan tak lagi mengalami pembagian sel lebih lanjut
setelah lahir, sel kelamin "moyang" yang mencikal bakali sperma lelaki akan terus
berbagi sepanjang hidup seseorang. Makin besar banyaknya pembagian sel makin besar
pula peluang kesalahan minor yang disebut mutasi titik bisa terjadi sewaktu kromosom
tengah diduplikasi. Malah belum lama ini, para ilmuwan berhasil memperlihatkan bahwa
gen-gen pada kromosom Y yang cuma dimonopoli lelaki (karena lelaki berkromosom
http://www.gizi.net /Gaya hidup
XY) ternyata memang bermutasi pada laju lebih cepat dari pada gen-gen pada kromosom
X, yang sebenarnya tak cuma dimiliki wanita (XX). 
Berdasarkan ini pula sejumlah kajian lain membuat para ilmuwan menaksir bahwa laju
mutasi genetik keseluruhan dalam sel-sel sperma enam kali lebih tinggi dari pada dalam
sel telur. Dan kesenjangan itu makin melebar seiring usia. Makin uzur lelaki, masing
sering sel-sel "moyang " sperma berbagi, maka makin tinggi banyaknya kemungkinan
mutasi titik yang tertumpuk dalam kromosom. 
Seperti diketahui pada usia 13 tahun, jelas ayah tiga anak ini, tatkala seorang bocah lakilaki
biasanya mulai memproduksi sperma, sel-sel
kelaminnya itu telah berbagi sekitar 36

kali dan berbagi sekitar 23 kali setahun sesudahnya. Pada saat umur 20 tahun, sel-sel
sudah mengalami replikasi kira-kira 200 kali. Saat usia 30 tahun, kurang lebih 439 kali
dan begitu menginjak 45 tahun kira-kira 770 kali. Semua itu didukung bukti statistik.
Rata-rata para bapak dari anak-anak yang mempunyai suatu penyakit genetik dominan,
penyakit disebabkan satu cacat tunggal yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah
keluarga sebelumnya, ternyata enam tahun lebih sepuh daripada bapak para anak yang
tanpa penyakit. 

Bagaimana dengan kaum hawa?

Di pihak ibu, Pribakti tak membantah masih ada sis i negatifnya juga. Menjadi ibu pada
usia lebih tua sebegitu jauh masih menghadapi peningkatan resiko melahirkan bayi
dengan berbagai cacat lahir. Bedanya bukan dikaitkan dengan mutasi titik, namun
kesalahan replikasi seluruh kromosom. Contoh yang paling terkenal adalah triplikasi dari
kromoson 21 yang menimbulkan sindroma Down. Cacat kromosomal skala besar macam
itu mudah dideteksi dalam tes prakelahiran dengan pemeriksaan air ketuban saat usia
kehamilan 16 minggu. Jadi masih terbuka kemungkinan diantisipasi. 
"Sebaliknya sebagian besar "error" genetik kecil-kecil yang diperkirakan sebagian besar
dari pihak bapak, sampai sekarang susah didiagnosa secara dini sehingga baru ketahuan
saat bayi dilahirkan," kata lulusan FK Airlangga ini.
Kita dapat sedikit mengeliminasi mutasi pada manusia jika kaum lelaki berproduksi pada
usia muda. Atau jika memang ingin punya anak belakangan/saat sudah uzur maka simpan
saja spermanya yang masih muda .
Hal ini sudah banyak dilakukan di negara yang sudah maju. Atau jika tidak ingin punya
anak cacat lahir sebaiknya jangan menghamili apalagi kalau ibunya sudah tua juga.(ria)  

0 komentar:

Posting Komentar