Kamis, 20 Januari 2011

Cikal Bakal Seni Patrol


          



Masa pendudukan Bangsa Belanda di Indonesia menyisakan banyak cerita sejarah. Baik masalah perlawanan maupun sejarah penindasan. Tatkala Bangsa Indonesia dan para pemuda khususnya tengah menyusun formula tentang bentuk perlawanan secara diplomatis dengan system pembentukan organisasi-organisasi kepemudaan, negeri kita sementara dinyatakan aman.

Saat itulah orang-orang dikampung wajib menjaga keamanan di lingkungan masing-masing. Di pos-pos penjagaan atau yang lebih popular sisebut Penjagan, sudah menggantung penthongan terbuat dari kayu dengan ukuran besar. Penthongan itu ditabuh setiap sebanyak jumlah jam yang bertepatan.Namun, keberadaan penthongan yang menggantung di pojok teretes penjagan, dirasa kurang cukup mewakili untuk menjaga keamanan kampung. Maka bentuk penthongan yang besar itu  dijiplak atau ditiru untuk memperkecil ukuran. Diciptakan therothok dari bambu yang bentuknya serupa penthongan. Therothok kemudian digunakan oleh para penjaga berkeliling. Bahasa penjajah saat itu, berkeliling. Bahasa penjajah saat itu, berkeliling kampung dengan menabuh therothok sebanyak tiga potong pada malam hari untuk menjaga lingkungan, disebut Patroli. Singkatnya untuk menyederhanakan pendapat, orang-orang yang sedang bertugas menjaga lingkungan, jika mengajak kawan-kawannya berkeliling dengan kalimat : “……. Ayo patrol ….. ayo patrol………..”. maka sebutan istilah itulah pada perkembangan berikutnya,menabuh therothok sambil berkeliling disebut patrol.Pada tahun 1914, oleh masyarakat Banyuwangi ang memiliki jiwa seni, instrument therothok itu ditambah unsurnya. Antara lain, gong satu wilah, dhundhung satu wilah, kempul satu wilah, uluk-uluk dua wilah dengan suara lanang wadon.
Dengan berkembangnya instrument patrol, ternyata alat-alat itu tidak hanya digunakan untuk menjaga keamanan lingkungan, tetapi sudah berkembang menjadi alat musik yang digunakan masyarakat yang berkeliling kampung untuk menggugah umat islam yang melaksanakan puasa di bulan suci Ramadhan agar segera bangun dan bersantap sahur. Setiap mengadakan patrol, selalu diwarnai dengan gending-gending daerah bernafas da’wah. Bahkan puji-pujian yang biasanya digunakan di langgar-langgar untuk menunggu ma’mum berjamaah sholat, kerap kali digunakan untuk memarakkan patrol tersebut. Seperti “Tomboati…, Yaa robbanaa..sholawat nabi….”dsb. Perkembangan patrol dan seni-seni lainnya kala itu tidak teralu gencar. Tetapi denyut berkesenian itu detaknya sangat kuat di sela pergolakan politik yang sedang berkembang. Maka pada tahun 1969, Presiden Soeharto mengundang seniman Banyuwangi untuk tampil di Istana Merdeka Jakarta. Maka tampillah musik patrol yang dikolaborasi dengan angklung dan gndrung. Atas penampilan itu, masyarakat Banyuwangi tertantang untuk mengembangkan menjadi salah satu unit kesenian tersendiri. Tahun 1972, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi yang kala itu Bupatinya Joko Supaat Selamet mengeluarkan kebijakan, menyelenggarakan berbagai lomba. Tahun ganjil khusus lomba dan festifal kesenian dan musik tradisional termasuk di dalamnya adalah patrol dan tahun genap menyelenggarakan lomba serta festifal kesenian dan musik non tradisional. Tahun 1975 perkembangan musik patrol semakin marak dengan ditambahnya jumlah unsure-unsur instrumennya yakni therothok atau katir (karena dibuat dari bekas katir perahu) berjumlah lebih dari 3, gong dua wilah,dhundhung dua wilah, kempul dua wilah, paket tengahan 2-4 wilah atau dua set, peking 2-4 wilah dsb. Pada tahun 1979 musik patrol diikutsertakan pada Festifal Musik Tradisional se-Asia di Hongkong dan meraih ranking 2. Sepulang dari Hongkong, tim kesenian melakukan lawatan di Singapore. Penggagas musik patrol, Sutedjo Hadi yang kemudian bernama H. Sutedjo Hanafi mendapat dukungan dari Kabag Kesra, Hasan Ali yang kala itu sebagai ketua DKB, menyelenggarakan festifal musik patrol secara intens setiap bulan suci Ramadhan. Festifal dimaksud , tidak hanya diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Namun unsur-unsur institusi di Kabupaten Banyuwangi juga kerap kali menyelenggarakan seperti LSM Pecari yang kini menjadi Lembaga Advocasi Pecari, Radar Banyuwangi, RKPD S suara Blambangan, Radio Mandala dsb. 
  
Sumber : Tabloid Blambangan 

0 komentar:

Posting Komentar