Kamis, 20 Januari 2011

Ular berkepala Gatutkaca


                      
     Lambang kota Banyuwangi
     Ular berkepala gatutkaca atau antaboga itu, dalam bentuknya yang melingkar berbentuk yang melingkar berbentuk angka delapan merupakan ornamen dalam perngakat alat tubuh angklung terletak dikanan kirinya, sebab perangkat angklung yang dirancang untuk angklung caruk, jika dipukul dengan duduk dibelakangnya oleh penabuh, maka gerak penabuh menggoyangkan seluruh bagian angklung itu, termasuk ornamen ular di kanan kirinya, sehingga tampak hidup sesuai dengan expresi penabuhnya

, apalagi jika ditubuh ular dikalungi dengan selendang atau sampur yang dililitkan, benar-benar terlihat sangat hidup bergoyang-goyang. seorang pakar angklung Haji Sutejo pernah menjelaskan tentang ular berkepala Gatutkaca yang menjadi hiasan angklung itu, berupa ular imajinatif yang dikenal dalam mitos bangsa Asia sejak jaman dahulu terutama dikalangan etnis Cina, sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran. Sedang tokoh Gatutkaca yang bersumber pewayangan merupakan lambang kesetiaan dan keperkasaan.sejarah angklung dalam perkembangannya cukup panjang sejarah angklung paglak di atas dangau sampai dengan angklung sebagai suatu unit yang lengkap seperti yang kita kenal sekarang atau dalam bentuk kolaborasi yang ditampilkan pada hari jadi Banyuwangi. Bermula dari seorang tokoh angklung bernama Kik During yang bertempat tinggal di kampong Bali Kota Banyuwangi sekitar seratus tahun yang lalu, telah berusaha menata angklung paglak menjadio angklung caruk. Irama gaya Kik During dalam perangkat angklung caruk dinilai sangat dinamik dalam penampilannya terutama ketika dipertemukan antara dua unit angklung yang berhadap-hadapan. tetapi sejarah ular yang berkepala Gatutkaca yang ditempatkan di wuwungan rumah bertengger pda pagar kantor pemerintah daerah atau disetiap gang atau jalan dalam bentuk berbeda-beda menurut selera masing-masing orang, malah ada yang berkepala wanita yang terurai rambutnya seperti ikan duyung.seperti yang diketahui oleh masyarakat umum, jika bangunan adat di Banyuwangi baik bentuk tiket balong, terojongan dan baresan tidak terdapat adanya ornamen yang menghiasi rumah-rumah itu terutama yang berada diatas wuwungan atau yang bertengger diujung bangunan seprti umumnya rumah joglo yang ada dijawa tengah. Terutama rumah joglo di Jepara, hampir disetiap wuwungan diujung bawah wuwungan tedapat semacam ornamen disebut makara.
     kemudian ada keinginan untuk membuat ornamen itu diatas wuwungan maka ornamen yang cukup cantik adalah ornamen yang ada diperangkat angklung untuk pertama kali ornament ular bekepala Gatutkaca dipasang diatas wuwungan Pendapa Kabupaten bersamaan dengan renovasi bangunan itu agar sama dengann pendapa-pandapa lain di setiap Kabupaten dan terlihat sangat indah dan menarik.perkembangan lebih lanjut dibuat sebagai ornament di pagar kantor Pemda, sehingga tampak keren menarik perhatian. Karakter masyarakat masyarakat Banyuawangi bersifat sangat latah ornament yang terlihat sangat anggun itu melahirkan inspirasi untuk menirunya dan mengikutinya maka ornament itu dibuatnya pada setiap gang dan jalan. kemudian timbul dalam imaji sebagian masyarakat jika ornament ular berkepala Gatutkaca merupakan logo atau lambang Banyuwangi. Jika kemudian timbul imaji lain dari sebagian masyarakat, ornament ular berkepala Gatutkaca disebutnya "Ngulo". sebenarnya kata idiom itu merupakan bentuk perlawanan dalam kata. jika dijelaskan dalam bentuk sosialisasi tentang lembaga Banyuwangi tergambar peta kabupaten yang diapit butiran padi dan untaian bunga kapas dengan motto yang jelas "setia bakti praja mukti". Masyarakat menyebutnya sebagai lambang pemerintah daerah dan bukan lambang Banyuwangi semacam lambang Surabaya dengan ikan sura dan baya berhadap-hadapan.Oleh karena itu perlawanan dalam bentuk lain dilahirkan dalam wujud visual dengan mendirikan patung gandrung atau patung minak jinggo dimana-mana. Puncaknya terpancang anggun secara diatas bangunan banteng bulat buatan Jepang di objek wisata pantai watu dodol kemudian ditetapkan sebagai mascot priwisata Banyuwangi.
    

       Sebenarnya pernah ada usaha untuk menghilangkan "imaji negatif" tentang ular berkepala Gatutkaca itu dengan menggatinya pada lambang lain yang berlatar belakang sejarah yaitu lambang "sunangkara" yang bentuk kepala anjing Ajak menggonggong menengadah keatas. Lambang itu itu diketemukan sebagai bendera pasukan Blambangan yang telah dimusnakan pewarisannya karena takut dengan penguasa belanda. Gagasan lain ada yang berkeinginan nenonjolkan legenda macan putih sebagai lambang tetapi kurang ada keberanian dalam manivestasinya sebab lambang itu hampir sama dengan lambang siliwangi itu disitus panjalu di Purwokanta. Ada sebagian masyarakat yang masih dalam area legenda ingin menjadikan Godwesi kuning dan mahkota Minakjinngo dijadikan sebagai lambang. tetapi bagaimana sebenarnya tak seorang yng pernah tahu.Dari sejumlah masukan dan perlawanan itu tentang logo dan lambang Banyuwangi sudah seharusnya dicarikan solusi yang bijak, kalau perlu dalam bentuk yang abstrak semacam lmbang kota surabaya yaitu sura dan boyo saling berhadapan membentuk huruf S. Disepanjang jalan kota Metropolitan Jeddah di Arab Saudi sejumlah monumen raksasa semacam lambang kota-kota Metropolitan di Arab Saudi terpancang dalam gaya abstark. Tetapi orang yang melihatnya bisa membaca apa yang dimaksud dengan monumen itu bersifat religius, indah dan megah.
     Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di jawa timur memiliki sejumlah pesona alam yang bisa dibanggakan dan mempunyai beraneka ragam budaya merupakan potensi yang sangat besar untuk mengembangkan bentuk lambang itu dengan pandangan masa depan yang abstraksi penuh dengan imajinasi.

Sumber  : Tabloid Blambangan

0 komentar:

Posting Komentar