Rabu, 02 Februari 2011

sang pencetus kamus Osing Banyuwangi


Hasan Ali
     Di Desa Mangir, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur. Seorang lelaki
sepuh beserta senyumnya, sebuah rumah berdinding anyaman bambu. Ia, Hasan
sebenarnya pernah berada di beberapa titik tertinggi. Sepanjang 1978-1998, ia
adalah Ketua Dewan Kesenian Banyuwangi. Sebelum itu, ia anggota DPRD
Banyuwangi yang mewakili para seniman.
Juga, ia dikenal sebagai penemu "geter
 kerep", gong yang menjadi simbol gamelan musik angklung Banyuwangi. Tapi,
 "puncak" bukanlah itu semua.
   Puncak itu akhir pergulatan selama 22 tahun. Pada 2000, Hasan Ali
 merampungkan kamus berisi 28 ribu kata dan subkata, dan lahirlah Kamus Bahasa
 Daerah Using-Indonesia cetakan pertama. Cetakan pertama dan kedua dibagikan
 cuma-cuma ke instansi pemerintah daerah dan seluruh sekolah di Kabupaten
 Banyuwangi. Edisi ketiga dicetak tahun ini, juga oleh PT Intan Pariwara
 Klaten. Kini, wajah budayawan seni tradisional Banyuwangi ini wajah orang
 yang puas, lega.
     Osing bahasa yang semakin terbenam. "Bahkan orang Osing sendiri cenderung
 malu menggunakan bahasa ini," tuturnya.  Hasan Ali "menemukan" Osing pada
 suatu hari tahun 1978. Waktu itu ia tengah
 sibuk menelusuri latar belakang, setting sosial daerahnya. Hasan Ali ingin
 membuat novel, dan mulai mengumpulkan kata-kata Osing. Semua kata yang
diingat ia tulis. Sejak itu, ia hanyut dalam kegiatan tersebut. Kertas dan
 pena tak pernah lepas dari sakunya. Ia menyerap semuanya: dari kata-kata yang
 diucapkan teman sekantor, para pedagang di pasar, hingga pembicaraan di
antara para penumpang angkutan umum.
     Hasan sibuk. Pengumpulan kosakata bersumber dari tiga sentra masyarakat
 Osing:  Banyuwangi kota, Banyuwangi Barat, dan Selatan. Tiga wilayah itu
 terdiri dari 13 kecamatan. Kosakata yang dikumpulkan biasanya kosakata Osing
 kuno. Bukan cuma itu. Hasan juga memburu kosakata Osing yang berkembang di
 luar komunitas Osing di Situbondo, Bondowoso, dan Jember. Di tiga kabupaten
 yang berbatasan dengan Banyuwangi ini bahasa Osing berkembang secara
 inovatif, dengan berbagai kata serapan.
      Hasan serius. Ia belajar bahasa Osing secara autodidak. Tapi, itu saja tentu
 tak cukup. Ia menggali metodologi penyusunan dan ilmu-ilmu bahasa dari
 disertasi Prof. Dr. Suparman Heru Santosa. Guru besar Universitas Udayana,
 Denpasar, ini menyusun disertasi tentang bahasa Osing pada 1987. Dari situ,
ia mengenal karakter, pola pengucapan, dan seluk-beluk bahasa Osing lain.
yg menarik, Hasan menemukan masukan berharga saat membaca buku kumpulan
 kata-kata Osing yang disusun Van Der Tuk terbitan tahun 1970. Juga buku
 serupa karya Prof. Th. G. Th. Pigeaud yang disusun pada 1922-1923. Van Der
 Tuk sarjana Belanda yang lama tinggal di Banyuwangi dan hidup di Singaraja,
Bali.
      Literatur yang membahas bahasa Osing itu membelalakkan mata Hasan. Banyak
 kosakata kuno yang sudah tidak dikenal masyarakat Osing sendiri. Belum lagi
 dialek yang harus diucapkan. Hasan mencontohkan kata koled (artinya lama).
 Kata ini apakah berakhiran "d" atau "t" tidak pernah jelas. Ada juga kata
 klendah. Bagi masyarakat Osing di Banyuwangi Barat, kata itu berarti kelapa.
 Tapi, kata ini tidak dikenal masyarakat Osing di Banyuwangi Timur.
 Pria yang mendirikan perkumpulan kesenian Damarwulan pada usia 15 tahun ini
 mengambil jalan tengah. Kosakata yang hanya digunakan segelintir orang
 akhirnya tidak disertakan dalam kamus. Begitu juga kosakata yang dialeknya
 terlalu lokal. Misalnya, kata yang hanya dikenal di satu kampung tertentu dan
 tidak dikenal di kampung tetangga. "Saya ambil yang umum saja dan banyak
 orang Osing yang mengerti," kata pria yang pernah main film Tanah Gersang
 garapan Mochtar Lubis pada 1971 ini.
     Upaya mantan anggota DPRD Banyuwangi mewakili seniman ini ibarat meniti jalan
 panjang penuh liku. Proses pengetikan kosakata juga butuh perjuangan lain.
 Bapak enam anak ini dibantu Rizka Hardini, anak kelimanya. "Saya mendikte,
 dan dia yang mengetik," katanya. Semua dilakukan dengan mesin ketik manual.
 Pada 1990, kumpulan kosakata Osing pun makin berjibun. "Saya tidak tahu mau
 diapakan kertas-kertas itu," kata kakek penyanyi Denada ini. Asal tahu saja,
 proses pengumpulan kosakata ini didanai uang pribadi.
 Saat Hasan "lelah" merogoh koceknya terus-menerus, tiba-tiba datang seorang
 peneliti dari Jepang pada 1995. Igarasi namanya. Melihat kegigihan Hasan,
 warga Jepang itu tergerak mencari sponsor. "Tahu-tahu saya dikirimi formulir
 dari The Toyota Foundation," kata alumni SMA 1 Malang ini. Setelah utusan
 Toyota datang melakukan survei, Hasan dinyatakan berhak mendapat bantuan Rp
 45 juta. Uang ini ia pakai membeli komputer dan biaya operasional pembuatan
 kamus Osing.
      Budayawan yang sedang menyusun Ensiklopedi Budaya Blambangan ini makin
 tergugah setelah bertemu Igarasi. Di Jepang, kata Igarasi, sosok seperti
 Hasan akan disokong pemerintah karena melestarikan tradisi lokal. Apalagi
 tujuan pembuatan kamus ini untuk menghindari kepunahan dan bukan komersial
 semata. "Semangat saya kembali berkobar," tutur Hasan.
 Sejak memiliki seperangkat komputer itu, kumpulan kosakata hasil ketikan
 manual dipindah ke komputer. Rizka Hardini lagi-lagi punya peran penting.
 Lulusan Diploma 1 Ilmu Komputer Universitas Brawijaya, Malang, ini kebagian
 tugas menyalin semua data. Senyampang Rizka memasukkan data, Hasan terus
 menambah daftar koleksi kosakata Osing. Kebiasaan bertanya kepada kalangan
 tua masih dilakukan. Sampai-sampai banyak orang bingung kenapa Hasan Ali
 begitu sibuk bertanya kosakata Osing.
 Upaya kerasnya selama 20 tahun "memulung" kata demi kata akhirnya berbuah
 manis juga. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bersedia mengulurkan tangan. Pada
 2002, pemerintah mendanai pencetakan Kamus Bahasa Daerah Using-Indonesia di
 percetakan Intan Pariwara, Klaten, Jawa Tengah. Edisi pertama 1.200 eksemplar
 dibagikan gratis. Sebanyak 200 eksemplar bersampul luks disebar ke instansi
 pemerintah sekabupaten. Sisanya, dalam sampul biasa, dibagikan ke
 sekolah-sekolah.
      Jumlah tersebut ternyata tak cukup. Edisi kedua dicetak 1.500 eksemplar dan
 dibagikan gratis ke semua sekolah dan pondok pesantren di Kabupaten
 Banyuwangi. Cetakan ketiga juga dirampungkan di percetakan yang sama. Hasan
 tak menabukan aspek komersial pada karya fenomenalnya ini. "Tidak menutup
 kemungkinan dijual bebas di pasar," kata mantan Ketua Cabang Lembaga
 Kebudayaan Negara (LKN) Banyuwangi ini. Apalagi ada tiga penerbit yang
 menyatakan tertarik.
 (Sumber majalah Tempo)

2 komentar:

  1. Kang,

    alhamdullillah, isun buru kerungu wes ono kamus bahasa osing...mugo-mugo terus disempurnakno karena mageh akeh "kosa kata" hang durung dilebokno karono katone ning banyuwangi antar desa baen wes bedo "logat lan kata-katane".....

    Wassalamu'alaikum,

    BalasHapus
  2. pie carane download kamus bahasa osing....?

    BalasHapus