Sabtu, 29 Januari 2011

BELA BUDAYA


    Ketika Malaysia melakukan klaim-klaim sepihak terhadap seni budaya yang kita akui sebagai budaya warisan bangsa Indonesia, banyak di antara kita yang terusik rasa nasionalismenya, dan kemudian banyak yang melakukan aksi-aksi yang pada intinya menentang klaim Malaysia
. Dari yang sekedar gerakan moral sampai yang extrem dengan melakukan sweeping warga Malaysia.
Terlepas dari benar tidaknya gerakan yang dilakukan oleh warga Indonesia tersebut, hal ini menunjukkan rasa cinta budaya yang sangat tinggi, sehingga tidak rela jika warisan budaya bangsa di akui sebagai milik orang lain.


 Namun pertanyaannya, tindakan apakah yang pernah kita lakukan untuk melestarikan budaya bangsa ini? sudahkah kita benar-benar mencintai dan berusaha melestarikannya?
Jangan-jangan kita hanya bisa berkoar-koar menolak klaim-klaim Malaysia, namun tidak pernah melakukan tindakan nyata dalam melestarikannya.

 Pernahkan kita menghadiri dan menyaksikan pagelaran wayang kulit, wayang orang, ludruk, tari-tarian tradisional, atau pagelaran seni tradisional lainnya?
Lihatlah berapa orang yang menghadiri pertunjukan ludruk, wayang orang, wayang kulit dan yang lain?
Kalaupun ada, kebanyakan adalah orang-orang tua. Cobalah hitung berapa banyak generasi muda yang hadir. Bandingkan dengan pagelaran musik dangdut, pop, rock dan lainnya.
Menyedihkan memang. Kecintaan akan budaya bangsa, tidak bisa hanya diwujudkan dengan pernyataan-pernyataan kosong tanpa tindakan nyata.


     Dulu ketika kecil, aku pernah nonton pertunjukan wayang orang dan ludruk. Selalu saja, ketika pulang perasaan senang menggelayut di hati, setiap adegan terekam dengan baik di benakku dan aku sangat menikmatinya serta merasa bahwa aku terlibat di dalam cerita tersebut dan akulah pemeran utamanya. Aku membayangkan menjadi Arjuna yang sakti mandraguna dan menjadi pria paling tampan di dunia.
Aku juga suka menikmati komik perwayangan yang ditulis oleh Kosasih. Kalau sudah ada komik di tangan , tidak akan terlepas sebelum ceritanya tamat. Ke WC pun di bawa.
Kini, kemana kita bisa nonton wayang orang? TV pun tidak ada yang menayangkan wayang orang, paling-paling ketoprak yang sudah dimodernisasi menjadi ketoprak humor. Akankah wayang orang dan yang lain akan tergilas modernisasi budaya? dan kemudian diklaim oleh bangsa lain?
Suatu saat akan ada yang mengatakan, lebih baik budaya kita lestari dan hidup di tangan bangsa lain, dari pada punah di tangan bangsa sendiri. Akankah?
Lantas dimana letak bela budaya yang pada kemaren-kemaren sempat membumi hanguskan tlatah Nusantara , saking  maraknya demo-demo anti Malaysia. Di jalan,kampus, sekolahan-sekolahan bahkan yang sempat saya saksikan, justru dikali kala ada orang mandi sambil menggurutu ganyang Malaysia, dan mengomel mana budaya ente wahai Malaysia.


   Pemerintah mungkin agak lunak dalam menghadapi kemelud itu, mungkin juga pemerintah banyak-banyak berfikir, bahwa masalah itu akan lebih baik bila diselesaikan secara kekeluargaan, mengingat kita katanya masih bersaudara serumpun, apalagi dengan banyaknya tenaga2 Indonesia yang jadi pekerja-pekerja Malaysia, agak sungkan barangkali pemerintah kita menegur apalagi mencoba menggempur. Tinggal sekali lagi apabila Malaysia berulah kembali dengan mengklaim budaya Indonesia, tinggal kita saja yang mampu atau tidak,  membela budaya Indonesia agar budaya itu tidak ada lagi klaim dari negara lain, khususnya Malaysia. Kita tunggu. Akankah.

0 komentar:

Posting Komentar