Di Desa Mangir, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi, Jawa Timur. Seorang lelaki
sepuh beserta senyumnya, sebuah rumah berdinding anyaman bambu. Ia, Hasan
sebenarnya pernah berada di beberapa titik tertinggi. Sepanjang 1978-1998, ia
adalah Ketua Dewan Kesenian Banyuwangi. Sebelum itu, ia anggota DPRD
kerep", gong yang menjadi simbol gamelan musik angklung Banyuwangi. Tapi,
"puncak" bukanlah itu semua.
Puncak itu akhir pergulatan selama 22 tahun. Pada 2000, Hasan Ali
merampungkan kamus berisi 28 ribu kata dan subkata, dan lahirlah Kamus Bahasa
Daerah Using-Indonesia cetakan pertama. Cetakan pertama dan kedua dibagikan
cuma-cuma ke instansi pemerintah daerah dan seluruh sekolah di Kabupaten
Banyuwangi. Edisi ketiga dicetak tahun ini, juga oleh PT Intan Pariwara
Klaten. Kini, wajah budayawan seni tradisional Banyuwangi ini wajah orang
yang puas, lega.
Osing bahasa yang semakin terbenam. "Bahkan orang Osing sendiri cenderung
malu menggunakan bahasa ini," tuturnya. Hasan Ali "menemukan" Osing pada
suatu hari tahun 1978. Waktu itu ia tengah
sibuk menelusuri latar belakang, setting sosial daerahnya. Hasan Ali ingin
membuat novel, dan mulai mengumpulkan kata-kata Osing. Semua kata yang
diingat ia tulis. Sejak itu, ia hanyut dalam kegiatan tersebut. Kertas dan
pena tak pernah lepas dari sakunya. Ia menyerap semuanya: dari kata-kata yang
diucapkan teman sekantor, para pedagang di pasar, hingga pembicaraan di
antara para penumpang angkutan umum.
Hasan sibuk. Pengumpulan kosakata bersumber dari tiga sentra masyarakat
Osing: Banyuwangi kota, Banyuwangi Barat, dan Selatan. Tiga wilayah itu
terdiri dari 13 kecamatan. Kosakata yang dikumpulkan biasanya kosakata Osing
kuno. Bukan cuma itu. Hasan juga memburu kosakata Osing yang berkembang di
luar komunitas Osing di Situbondo, Bondowoso, dan Jember. Di tiga kabupaten
yang berbatasan dengan Banyuwangi ini bahasa Osing berkembang secara
inovatif, dengan berbagai kata serapan.
Hasan serius. Ia belajar bahasa Osing secara autodidak. Tapi, itu saja tentu
tak cukup. Ia menggali metodologi penyusunan dan ilmu-ilmu bahasa dari
disertasi Prof. Dr. Suparman Heru Santosa. Guru besar Universitas Udayana,
Denpasar, ini menyusun disertasi tentang bahasa Osing pada 1987. Dari situ,
ia mengenal karakter, pola pengucapan, dan seluk-beluk bahasa Osing lain.
yg menarik, Hasan menemukan masukan berharga saat membaca buku kumpulan
kata-kata Osing yang disusun Van Der Tuk terbitan tahun 1970. Juga buku
serupa karya Prof. Th. G. Th. Pigeaud yang disusun pada 1922-1923. Van Der
Tuk sarjana Belanda yang lama tinggal di Banyuwangi dan hidup di Singaraja,
Bali.
Literatur yang membahas bahasa Osing itu membelalakkan mata Hasan. Banyak
kosakata kuno yang sudah tidak dikenal masyarakat Osing sendiri. Belum lagi
dialek yang harus diucapkan. Hasan mencontohkan kata koled (artinya lama).
Kata ini apakah berakhiran "d" atau "t" tidak pernah jelas. Ada juga kata
klendah. Bagi masyarakat Osing di Banyuwangi Barat, kata itu berarti kelapa.
Tapi, kata ini tidak dikenal masyarakat Osing di Banyuwangi Timur.
Pria yang mendirikan perkumpulan kesenian Damarwulan pada usia 15 tahun ini
mengambil jalan tengah. Kosakata yang hanya digunakan segelintir orang
akhirnya tidak disertakan dalam kamus. Begitu juga kosakata yang dialeknya
terlalu lokal. Misalnya, kata yang hanya dikenal di satu kampung tertentu dan
tidak dikenal di kampung tetangga. "Saya ambil yang umum saja dan banyak
orang Osing yang mengerti," kata pria yang pernah main film Tanah Gersang
garapan Mochtar Lubis pada 1971 ini.
Upaya mantan anggota DPRD Banyuwangi mewakili seniman ini ibarat meniti jalan
panjang penuh liku. Proses pengetikan kosakata juga butuh perjuangan lain.
Bapak enam anak ini dibantu Rizka Hardini, anak kelimanya. "Saya mendikte,
dan dia yang mengetik," katanya. Semua dilakukan dengan mesin ketik manual.
Pada 1990, kumpulan kosakata Osing pun makin berjibun. "Saya tidak tahu mau
diapakan kertas-kertas itu," kata kakek penyanyi Denada ini. Asal tahu saja,
proses pengumpulan kosakata ini didanai uang pribadi.
Saat Hasan "lelah" merogoh koceknya terus-menerus, tiba-tiba datang seorang
peneliti dari Jepang pada 1995. Igarasi namanya. Melihat kegigihan Hasan,
warga Jepang itu tergerak mencari sponsor. "Tahu-tahu saya dikirimi formulir
dari The Toyota Foundation," kata alumni SMA 1 Malang ini. Setelah utusan
Toyota datang melakukan survei, Hasan dinyatakan berhak mendapat bantuan Rp
45 juta. Uang ini ia pakai membeli komputer dan biaya operasional pembuatan
kamus Osing.
Budayawan yang sedang menyusun Ensiklopedi Budaya Blambangan ini makin
tergugah setelah bertemu Igarasi. Di Jepang, kata Igarasi, sosok seperti
Hasan akan disokong pemerintah karena melestarikan tradisi lokal. Apalagi
tujuan pembuatan kamus ini untuk menghindari kepunahan dan bukan komersial
semata. "Semangat saya kembali berkobar," tutur Hasan.
Sejak memiliki seperangkat komputer itu, kumpulan kosakata hasil ketikan
manual dipindah ke komputer. Rizka Hardini lagi-lagi punya peran penting.
Lulusan Diploma 1 Ilmu Komputer Universitas Brawijaya, Malang, ini kebagian
tugas menyalin semua data. Senyampang Rizka memasukkan data, Hasan terus
menambah daftar koleksi kosakata Osing. Kebiasaan bertanya kepada kalangan
tua masih dilakukan. Sampai-sampai banyak orang bingung kenapa Hasan Ali
begitu sibuk bertanya kosakata Osing.
Upaya kerasnya selama 20 tahun "memulung" kata demi kata akhirnya berbuah
manis juga. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bersedia mengulurkan tangan. Pada
2002, pemerintah mendanai pencetakan Kamus Bahasa Daerah Using-Indonesia di
percetakan Intan Pariwara, Klaten, Jawa Tengah. Edisi pertama 1.200 eksemplar
dibagikan gratis. Sebanyak 200 eksemplar bersampul luks disebar ke instansi
pemerintah sekabupaten. Sisanya, dalam sampul biasa, dibagikan ke
sekolah-sekolah.
Jumlah tersebut ternyata tak cukup. Edisi kedua dicetak 1.500 eksemplar dan
dibagikan gratis ke semua sekolah dan pondok pesantren di Kabupaten
Banyuwangi. Cetakan ketiga juga dirampungkan di percetakan yang sama. Hasan
tak menabukan aspek komersial pada karya fenomenalnya ini. "Tidak menutup
kemungkinan dijual bebas di pasar," kata mantan Ketua Cabang Lembaga
Kebudayaan Negara (LKN) Banyuwangi ini. Apalagi ada tiga penerbit yang
menyatakan tertarik.
(Sumber majalah Tempo)
Kang,
BalasHapusalhamdullillah, isun buru kerungu wes ono kamus bahasa osing...mugo-mugo terus disempurnakno karena mageh akeh "kosa kata" hang durung dilebokno karono katone ning banyuwangi antar desa baen wes bedo "logat lan kata-katane".....
Wassalamu'alaikum,
pie carane download kamus bahasa osing....?
BalasHapus